Pembaca rahimakumullah...
Para Ulama telah menjelaskan bahwa tauhid
adalah menunggalkan Allah Ta'ala dalam seluruh peribadatan, tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah semata dan tidak pula meminta pertolongan, perlindungan atau pun yang lainnya melainkan hanya kepada-Nya saja. Kecuali perkara meminta tolong tersebut dalam hal yang diizinkan oleh syariat. Apabila seorang hamba beribadah
kepada selain Allah serta menyekutukan-Nya, maka ia telah jatuh dalam perbuatan
yang Allah haramkan, yaitu kekafiran dan kesyirikan.
Seorang yang bertauhid, ia pasti akan
meninggalkan kesyirikan; perbuatan menyekutukan Allah dalam beribadah. Dengan itu, semua peribadahan yang diperuntukkan kepada
selain Allah atau beribadah kepada Allah namun, bersamaan dengan itu, ia juga beribadah kepada selain-Nya,
sungguh ia telah berbuat syirik. Seperti beribadah
kepada Nabi, malaikat, jin, hewan, kuburan yang dikeramatkan , pepohonan dan bebatuan
atau meminta pertolongan kepada apa yang telah disebutkan diatas,
seluruhnya adalah bentuk kesyirikan yang diharamkan.
Ibadah itu sendiri adalah suatu istilah
yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa
perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak
(lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah,
berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji,
memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan
orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang
miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik
kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a,
berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari
ibadah.
Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (taubat dan kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” [Dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab, al’Ubudiyyah hal. 6.]
Barangsiapa yang memberikan
jenis ibadah ini kepada selain Allah maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan
dan kekafiran.
MACAM-MACAM
TAUHID
Para ulama salaf membagi tauhid ada tiga
yaitu, tauhid Rububiyyah, Uluihiyyah, dan Asma’ wa Shifat.
Tauhid Rububiyyah memiliki makna yang berkaitan dengan segala perbuatan Allah, yakni wajib bagi seorang hamba untuk mengesakan atau menauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan Allah. Seperti menciptakan, memberi rezeki, menurunkan hujan dan yang lainnya dan mengatur alam semesta. Maka barangsiapa yang meyakini bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Rububiyyah Allah bisa dilakukan oleh selain Allah maka dia telah berbuat kesyirikan dan kekafiran.
Sedangkan Tauhid Uluhiyyah adalah tauhid
yang berkaitan dengan perbuatan hamba, Yaitu wajibnya menauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan
peribadatan hamba, dengan dia tidak memperuntukkan amal ibadahnya kecuali hanya
kepada Allah saja. Seperti shalat, puasa, berhaji, berkurban, dan yang lainnya.
Maka barangsiapa yang memberikan peribadatan apa pun kepada selain Allah maka
ia telah berbuat kesyirikan dan kekafiran.
Pembaca rahimakumullah…
Setelah kita mengetahui bahwa makna tauhid ar Rububiyyah adalah mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya, seperti menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan maka hal demikian berkonsukuensi untuk kita akan wajibnya bertauhid al Uluhiyyah; wajib menunggalkan Allah dalam segala peribadahan seorang hamba. karena itulah para ulama menjelaskan, keimanan Abu Jahal dan juga orang-orang kafir Quraisy akan kerububiyyahan Allah, tidak bisa memasukkan mereka ke dalam agama Islam, walaupun mereka meyakini bahwa Allah lah yang telah menciptakan dan memberikan rezeki kepada mereka. Disebabkan karena mereka tidak menjalankan tauhid al Uluhiyyah (konsukuensi dari tauhid ar Rububiyyah). Allah Ta'ala berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri." {QS. Az Zumar; 38}
Karena itulah al Imam Ibnu Katsir berkata yang dinikil di dalam Matan Ushul Tsalatsah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Sulaiman rahimahullah,
الخالق لهذه الأشياء مستحق للعبادة
“Pencipta dari segala sesuatu inilah yang berhak untuk diibadahi”
Dan yang ketiga, tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifat yaitu wajibnya menauhidkan Allah dengan menetapkan nama-nama dan shifat-shifat Allah yang Maha Indah, Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Tentu saja sesuai dari apa yang telah Allah tetapkan di dalam al-Qur’an maupun sunnah rasul-Nya shallahu 'alaihi wa sallam. Tanpa menyelewengkan maknanya (tahrif), menolakannya (ta'thil), membagaimanakan (takyif) dan mempermisalkan dengan makhluk (tamtsil). Seperti Allah memiliki nama as-Sami’ (Maha Mendengar), maka jangan disamakan dengan pendengaran makhluk-Nya. Karena Allah adalah Rabb, Sang Pencipta alam semesta, di mana pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu dan tentu saja berbeda dengan makhgluk-Nya. Allah Ta'ala berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
“Tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (QS asy-Syura ayat 11)
Nafa'allahu buhul jamii'